Kamis, 05 Januari 2012

Tokubetsu no Bentō

Title                 : Tokubetsu no Bentō ( Bekal Spesial )
Author            : Nozomu Anzu a.k.a Feny Oktaviany
Cast                 : Nozomu Anzu, Nakajima Yuto, Hanazawa Fumie, Morimoto Ryutaro,                         Takada Hime
Genre              : Romance, a little comedy~
Type                : OneShoot
Warning         : Cerita rada aneh, penulisan kurang baik, ke an huruf, EYD tidak sesuai, etc. Pokoknya kalau ada kekurangan mohon diberitahu~ Karena author masih tahap belajar menulis.
Create Date    : Selasa, 3 Januari 2012
Post Date       : Kamis, 5 Januari 2012

~DOUZO~

“Kamu!!!”teriak sensei tiba-tiba. Anzu bangun dari lamunannya karena kaget.
“Kamu maju ke depan!”ucap sensei menatap siswanya dengan tatapan tajam. Anzu menunjuk dirinya.
“Saya?”Anzu mulai ketakutan. Pertama kalinya Anzu ditegur guru gara-gara melamun. Apalagi ini pelajaran bahasa dan sastra Jepang.
“Bukan. Tapi, teman dibelakangmu itu.”sensei pun menghampiri ke meja Nakajima Yuto, yang duduk dibelakang Anzu. Anzu pun sedikit tenang sambil mengelus dadanya. Ya, karena kaget.
“Yuto! Cuci muka sana!”perintah sensei. Yuto pun berusaha mengumpulkan nyawanya dan segera beranjak ke toilet.
“Hai’, sensei!”

---

“Syukurlah. Kau tau Fumie? Aku serasa mau pingsan di tempat!”ucapnya sambil membuka bekal makan siangnya. Begitu juga Fumie yang ada didepannya.
“Iya. Tadi ekspresi wajahmu lucu banget. Eeeh? Sushi? Mauuuuu!”teriak Fumie bersemangat melihat sushi di depan matanya. Anak ini memang maniak dengan makanan yang satu ini.
“Ah, tanpa ekspresi seperti itu aku juga sudah lucu. Bekalmu seperti biasa ya. Mau juga!”Anzu pun mengambil beberapa udon goreng. Menambah selera makan.
“Itadakimasu!”ucap keduanya bersemangat.
“Hmm, Anzu! Tadi melamun mikirin siapa, sih?”tanya Fumie sambil mengambil sushi.
“Seseorang yang... Yah, sepertinya kau tau, Fumie!”mendadak Anzu mulai terbawa suasana.
“Eh? Ryutaro, bukan?”Fumie terlihat kaget.
“Tepat! Kenapa? Kok kaget?”
“Tidak apa-apa. Terusin makannya. Keburu bel nanti.”ucap Fumie menatap bekal makanan Anzu lagi. Kosong. Anzu hanya kaget dan menatap Fumie dengan tatapan membunuh.
“FUMIEEEEE!”teriak Anzu. Fumie hanya tertawa.

---

“Anzu, sepertinya kau harus pulang sendiri. Aku mau langsung pergi ke rumah obaa-san.”Fumie menghampiri meja Anzu.
“Iya. Tidak apa-apa.”ucap Anzu sambil membereskan mejanya. Setelah itu pergi keluar kelas bersama Fumie.
“Eh, lewat sini saja!”seru Anzu sambil menunjuk ke arah kiri.
“Lebih dekat ke sini tau!”ucap Fumie. Anzu sudah menarik tangan Fumie. Fumie pun tau tujuannya, ingin melihat kelasnya Ryutaro. Koridor sekolah masih ramai. Fumie dan Anzu tidak sengaja mendengar percakapan 3 orang siswi. Karena telinga Anzu yang peka, apalagi mendengar nama pujaan hatinya, Ryutaro. Anzu pun berjalan pelan. Pelan sekali.
“Sebaiknya kau membuat bentō besok. Ryutaro pasti suka! Lalu, kau nyatakan cinta kepadanya.”ucap siswi satu.
“Benarkah? Aku pasti akan membuatnya!”ucap siswi 2.
“Ayo, Hime! Kau pasti bisa!”kedua temannya itu pun memberi semangat. Anzu pun memahami dan berjalan cepat.
“Fumie! Kau dengar kan tadi? Aku juga akan membuatkannya makan siang terenak daripada di restoran!”
“Mau aku bantu?”Fumie menawarkan bantuan. Tak sadar mereka sudah mencapai depan gerbang sekolah.
“Tidak usah. Doakan aku ya, Fumie!”Anzu menatap wajah Fumie dengan penuh harapan.
“Iya! Ganbatte ne! Jaa.. mata ne.”Fumie pun membalikkan badannya.
“Jaa!”Anzu pun masih bingung dengan ekspresi Fumie tadi.
“Apakah ia sedang sakit? Atau ia juga menyukai Ryu?”batin Anzu sambil berjalan menunduk. Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Pasti ia sedang ada masalah. Baiklah besok aku akan menanyakannya.”Anzu mengangkat kepalanya dan...
Bugh!
“Sumimasen!”Anzu pun meminta maaf karena menabrak seorang pemuda yang berjalan di depannya. Anzu menatap pemuda itu.
“Makanya kalau jalan lihat-lihat. Jangan menunduk terus. Kau ini sudah pendek jalan menunduk.”ejek lelaki itu. Anzu pun kesal.
“Aku memang pendek. Iya aku salah. Diam dan jangan meledekku lagi!”ucap Anzu sambil berjalan cepat. Lelaki itu malah mengikutinya.
“Kau marah? Hehehe. Aku hanya bercanda kok.”ucap lelaki itu. Akrab sekali. Sepertinya mereka sudah kenal lama.
“Selalu kau bilang begitu. Jangan sering tidur terus dong. Aku jadi ikut kaget kalau sensei memanggilmu.”protes Anzu.
“Lah? Mengapa jadi kau yang kaget? Kan aku yang diomeli. Kau saja yang melamun terus memikirkan Ryutaro. Iya kan?”Anzu pun berhenti melangkah dan menatap pemuda yang ternyata duduk dibelakang Anzu, Nakajima Yuto.
“Tau darimana kau?”tanya Anzu dengan penuh menyelidik.
“Kau sering membicarakannya dengan Fumie. Walaupun aku tidur dibelakangmu, telingaku tidak tidur.”ucap Yuto sambil tertawa. Pipi Anzu berubah menjadi berwarna merah merona.
“Wajahmu merah tuh. Ahahaha.”
“Sssttt. Kau ini dari dulu selalu mengejekku, menertawakanku. Kenapa sih?”Anzu pun kembali berjalan.
“Habis kau lucu dan seru buat diledekin.”
“Terserahlah. Aku mau cepat pulang.”ucap Anzu sambil berlari. Daripada terus-terusan diejek sebaiknya pulang saja.

---

06:00 A.M
“Aaaahh Sugoii bentō!!! Sayang untuk dimakan.”ucap Anzu sambil menatap kotak bekal makanan favoritnya. Isinya adalah nasi bentuk wajah anak laki-laki (baca : wajah Ryutaro) dengan bermacam-macam sayuran, udang goreng dan chicken katsu. Membuat selera Anzu naik. Tetapi Anzu merasakan ada yang aneh pada bentuk wajah nasinya.
“Sepertinya wajah ini mirip... Ah sudahlah. Lupakan, Anzu!”Anzu pun menutup bekal buatannya dan segera bersiap-siap untuk ke sekolah.

---

“O-ha-you, Fumie-chan! Ogenki desuka?”Anzu menyapa Fumie dengan riang di koridor sekolah.
“Ohayou, Anzu. Genki desu. Eh, ada apa nih? Sepertinya kau bahagia sekali.”tanya sahabatnya itu.
“Ayo cepat ke kelas! Nanti aku beritahu.”lagi-lagi Anzu menarik tangan Fumie dan sampailah mereka ke dalam kelas.
“Bentō untuk Ryutaro sudah jadi!”ucap Anzu riang.
“Benarkah? Boleh aku melihatnya?”tanya Fumie sambil menarik kotak makanan itu.
“Jangan! Yang boleh lihat hanya Ryutaro seorang~”
“Ah, kau ini. Jadi laper nih. Kau sih!”ucap Fumie sedikit kesal.
“Hehe. Gomen ne! Sekali-kali kau tidak lihat bekalku.”
“Iya, iya tidak apa.”ucap Fumie pasrah.

---

“Aku harus cepat!”setelah sensei keluar kelas, Anzu pun ikut keluar tanpa sepengetahuan Fumie.
“Gara-gara sensei nih ngajarnya lama banget! Aku jadi telat.”sampailah Anzu ke kelas Ryutaro. Banyak juga yang memberi Ryu bentō. Anzu jadi nervous untuk masuk ke kelasnya Ryu.
“Semoga berhasil! Faitoo!”Anzu pun masuk ke dalam kelas. Tetapi...
“Ooishi! Ini kau yang buat, Hime?”tanya Ryutaro. Langkah Anzu terhenti.
“Iya. Kau menyukainya?”tanya Hime tersenyum.
“Iya. Sangat menyukainya. Besok kau buat lagi ya!”pinta Ryutaro.
“Pasti!”
“Sugoii, Hime!”
“Jadi kau menerima Hime dong jadi pacarmu?”siswa lain mengerubungi meja Ryutaro dan menanyakannya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.
Sedangkan perempuan yang kini berdiri di depan pintu kelas Ryutaro itu pun seperti kehilangan harapan. Harapan untuk mengenal Ryutaro. Anzu pun melangkah mundur dan berlari ke atap sekolah. Tempat ia menyendiri. Putus asa, itulah yang dirasakan Anzu sekarang. Semangatnya hilang.
Anzu meletakkan bekal di sebelahnya dan memeluk kakinya sambil menunduk.
“Baka! Seharusnya aku tidak usah berharap banyak. Aku tidak usah mengenal Ryutaro sekalian.”Anzu pun menangis terisak. Sakit hatinya melihat kejadian tadi. Anzu merasa masa bodoh dengan bel yang berbunyi.
“Itadakimasu!!!”ucap seorang lelaki.
“Hmm... Ooishi~ Bolehkah bekal ini untukku?”suara itu membuat Anzu kaget.
“Yuto”batin Anzu.
“Boleh ya? Aku laper banget nih!”seru Yuto bersemangat dan duduk disamping Anzu.
“I..Iya!”
“Angkat wajahmu. Kau ini suka sekali menunduk.”
“Anzu, lihat aku atau kotak bekal ini ku bawa pulang.”ucap Yuto mengancam. Seperti anak kecil memang.
“Jangan...”ucap Anzu sambil menunduk ke arah Yuto. Yuto pun mengangkat wajah Anzu dan mengusap pipi Anzu. Menghapus air mata Anzu.
 “Nah, sekarang senyum ya! Enggak enak nih kalau makan sambil melihat orang menangis.”Yuto pun mengambil bekal makanannya dan kembali makan.
“Emang makanannya enak ya?”tanya Anzu.
“Kau mau? Ayo makan sama-sama!”Yuto pun memberikan sumpit ke Anzu. Anzu mencobanya.
“Pedes ya. Sepertinya ladanya kebanyakan.”Anzu pun tertawa sambil menangis ketika mencoba chicken katsu yang ia buat sendiri.
“Kalau sayuran sama udangnya enak.”lanjut Yuto. “Oh iya, tadi kok nasinya lebih mirip wajahku ya?”
“Pede banget. Ini tuh wajahnya...”
“Iya aku tau. Hahaha. Tapi tidak ada mirip-miripnya dengan orang itu.”Yuto pun tertawa. “Sini pinjam lagi sumpitmu.”
“Aku lapar juga tau!”
“Oke kalau begitu, buka mulutmu. Aaaa...”
“Eh? Baka!”
“Ya sudah...”
“Iya nih. Aaaa...” Yuto pun menyuapi Anzu.
“Pinter! Hahaha.”
“Hei! Aku kan bukan anak ba...!”lagi-lagi, Yuto memasukkan udang ke mulut Anzu.
“Cepat makan! Jangan bawel.”ucap Yuto. Anzu pun tertawa pelan. Bekal itu pun habis.
“Gochisousamadeshita~”ucap Anzu dan Yuto. Anzu pun mengambil kotak bekalnya dari tangan Yuto dan membereskannya.
“Yuto... Hontou ni arigatou gozaimasu!”
“Hmm... Dou itahimashite. Besok buat lagi ya. Untukku!”seru Yuto sambil berdiri.
“Hai’!” Anzu pun tersenyum. “Eh?! Untukmu? Tidak mauuu!”
“Kau sudah bilang iya. Ahahaha.”
“Huh, dasar!”
“Aku juga mengatakan ‘iya’ untukmu”
“Maksudnya?”
“Kembali ke kelas. Hahaha.”Yuto pun tertawa.
“Huh, enggak jelas!”

---

“Anzu! Kemana saja kau ini? Aku mengkhawatirkanmu tau! Untungnya Yabu Sensei tidak masuk hari ini.”omel Fumie. “Eh? Kau habis menangis ya?”
“Ah, sudahlah Fumie. Jangan mengomeliku.”
“Bentō-mu?”Fumie pun merebut kotak makanan Anzu.
“Kosong. Kau berhasil ya? Wahh! Omedetou ne!”Fumie pun menyalami Anzu.
“Iya. Berhasil habis. Tapi dimakan oleh anak itu tuh yang ada di belakangku.”
“Eh? Kok bisa?”Fumie pun bingung. Akhirnya, Anzu menceritakan semuanya.
“Oooh.. Sou desu. Gomen ne.”
“Eh? Kok minta maaf? Apa salahmu?”
“Sebenarnya kemarin aku pengen ngomong supaya kamu jangan bikin bekal untuknya. Tapi, aku tidak mau merusak harapanmu. Yaudah deh.”ucap Fumie.
“Daijoubu, Fumie-chan!!”
“Oh iya, Aku lupa mengatakan sesuatu.”
“Apa lagi, Fumie?”
“Katanya kalau perempuan memberi bentō kepada seorang laki-laki tandanya perempuan itu lagi menyatakan cintanya.”Anzu pun mengingat dialog sebelum pergi ke kelas.
“Aaaaahh jadi...”
“Hahahaha. Kau menyatakan cinta pada Yuto!”
“APAAA?!”wajah Anzu sempat merah merona sambil melihat lelaki yang berasa di belakang bangkunya. Yuto sempat mendengar dan tersenyum di dalam tidurnya.
“Anzu bodoh. Baru sadar.”

---

“Kau sering membicarakannya dengan Fumie. Walaupun aku tidur dibelakangmu, telingaku tidak tidur.”

---

“Hmm... Dou itahimashite. Besok buat lagi ya. Untukku!”seru Yuto sambil berdiri.
“Hai’!” Anzu pun tersenyum. “Eh?! Untukmu? Tidak mauuu!”
“Kau sudah bilang iya. Ahahaha.”
“Huh, dasar!”
“Aku juga mengatakan ‘iya’ untukmu”
“Maksudnya?”
“Kembali ke kelas. Hahaha.”Yuto pun tertawa.
“Huh, enggak jelas!”


~OWARI~

Butuh comment. FF OneShoot ke-3 (sepertinya). Doki-doki sendiri nulisnya xD Arigatou Gozaimasu, Minna-san !!!

Tokubetsu no Bentō©2012

キセキ Kiseki

Title                 : キセキ Kiseki (Keajaiban)
Author              : Nozomu Anzu a.k.a Feny Oktaviany
Cast                 : Nakajima Chikara, Arioka Daiki, Morimoto Ryutaro, Arioka Risako,                                                 Nakajima Yuto.
Genre               : Romance, Angst, Family, Friendship.
Type                : Multi chapter 1 - 17 (2).
Inspiration         : Drama “49 Days” dan ide sendiri.
Song                : Even If I Live Just One Day – Jo Hyun Jae
                          Raining – FT Island
Warning           : Cerita rada aneh, penulisan kurang baik, kean huruf, EYD tidak sesuai, etc. Pokoknya kalau ada kekurangan mohon diberitahu~ Karena author masih tahap belajar menulis.

~DOUZO~


Kiseki (1)


"Apakah engkau tau makna persahabatan kita?"
"Un, seperti bintang yang selalu bercahaya di hati kita, SAHABAT :)"

Aku rindu dengan ucapanmu waktu itu. Dan senyummu..

"Aku suka senyummu. Tolong jangan murung seperti itu.."
"Kau menyukai senyumku? Hontou?"

Senyum pun terulas di bibirku secara tidak sengaja. Lagi-lagi engkau menghiburku.

"Lihat! Nilai matematikamu naik! Ayolah jangan menangis! Nanti aku traktir es krim!"
"Tapi.. Aku masih gagal."
"Nanti ku ajari lagi :D Pokoknya aku akan mengajarimu sampai nilaimu diatasku!"
"Tidak mungkin!"Aku pun meninju bahunya.
"Itai (sakit)! Tapi aku serius."
Aku pun bersemangat karenanya.

Kini aku tau, Ia yang mewarnai hari-hariku. Tanpamu, mungkin nilai matematikaku tetap setengah dari nilaimu. Tanpamu, mungkin aku tidak akan bisa tersenyum setiap saat. Dan tanpamu, aku tidak akan pernah tau makna persahabatan yg begitu dalam dan indah. Seperti yang kau ucapkan waktu itu. Terima kasih. Hontou ni arigatou gozaimasu.

--

"Ara, sampai kapan kau akan menunggunya?"
"Sampai ia datang dan melihat semua yang aku janjikan padanya."
"Tapi, Ara. Kau terlalu sabar menantinya. Kau selalu menunggunya disini selama setahun. Kau harus banyak istirahat. Kondisimu tidak seperti dulu lagi." Aku pun menghela nafas. Memang sekarang aku tidak sesehat dulu. Sakit menyerangku dengan tiba-tiba.
"Nii-chan, walaupun aku tidak sekuat dulu. Aku masih bisa bertahan. Menunggu disini. Aku ingin bertemu dengannya."
"Mengapa kau ingin sekali bertemu dengannya?"
"Aku kangen."
"Jika ia tidak kembali?"
"Aku yakin ia pasti kembali. Aku percaya ia tidak bohong. Ia berjanji akan kembali bertemu aku disini. Ditempat ini."
"Baiklah, nii-chan akan menemanimu disini. Sampai ia tiba..."
"Nii-chan..."
"Sebagai kakak laki-lakimu, aku berjanji tidak akan membuat adikku sendirian. Bolehkan?"
"Nii-chan... Arigatou!"
aku pun memeluk Nii-chan. Yuto-nii, aku menyayangimu.
"Uhuk!"aku tersedak. Dadaku sesak. Tapi aku tetap bertahan. Aku bukan sosok yang lemah!
"Ara, daijoubu desuka?"sepertinya Nii-chan mulai merasakan ada yang tidak beres. Aku menggeleng keras. Semakin sesak.
"Ryu..." semuanya pun gelap

--

Kiseki (2)

"Ara, daijoubu desuka?" dadaku semakin sesak. Dan aku seperti melihat sosok Ryutaro. Tapi, mataku sudah mulai berbayang.

"Ryu.."

--

Aku pun membuka mataku pelan. Tadi, seperti mimpi. Apakah tadi benar-benar Ryutaro? 
"Chikara, kau sudah bangun?"
"Ngg, nii-chan. Ini dimana?"
"Di rumah sakit. Kau tidak apa-apa kan? Mana yang sakit?"
"Nii-chan. Gomenasai, sudah merepotkanmu."
"Dou itashimashite. Istirahatlah."
"Tapi aku lapar.."
"Nanti aku belikan roti melon kesukaanmu"
"Hontou? Biasanya aku tidak boleh makan selain makanan rumah sakit.."
"Pasti kamu bosan kan? Ya sudah nii-chan pergi dulu. Jangan kabur dari sini ya! Bisa-bisa aku diomeli otou-san lagi."
"Hai' wakarimasu, Nii-chan"

Nii-chan mengusap-usap kepalaku. Lalu, pergi keluar kamar. Aku pun melihat langit-langit kamar. Apa benar tadi hanya mimpi? Apa ia benar-benar Ryutaro?

--

"Ryu, adakah yang engkau sukai di sekolah ini?"
"Ada kok."
"Siapa?"
"Orang ya ada disampingku setiap saat."

--

"Mengapa kau menghilang tanpa kabar? Aku benci kau yang sekarang. Kau membuatku khawatir!" tak sadar aku menangis. Aku rindu Ryutaro. Namun, apa yang kalian fikirkan tentang Ryutaro? Mungkin ia hanya anak kecil yang nakal. Bagiku, Ryutaro sumber senyumanku. Senyumanku hilang, karenamu.

--

"Nii-chan, besok aku ingin pergi ke tempat itu. Boleh ya!"ucapku pada Nii-chan.
"Tidak boleh. Besok kan ada otou-san dan okaa-san. Kalau kau dimarahi bagaimana?"
"Aku mohon, Yuto nii! Kau tau esok hari apa? Ulang tahunku! Pasti Ryu ada disana"
"Aku mengerti. Tapi, aku tidak bisa memberi alasan lagi kepada otou-san."
"Nii-chan! Aku mohon. Onegaishimasu.."
"Baiklah. Aku coba tanyakan ke otou-san"
"Arigatou, nii-chan"aku pun memeluk nii-chan. Aku memang memaksa. Tetapi, aku yakin, tahun ini pasti Ryu datang, ke tempat itu.

--

"Nii-chan, otou-san, oka-san!"senyumku mengembang menyambut kedatangan mereka.
"Otanjoubi Omedetou, Ara!"ucap mereka, nii-chan membawakan kue coklat berbentuk kepala neko, hewan favoritku. Dihiasi lilin angka 1 dan 7.
"Make a wish!"

"Semoga keluarga kami bahagia, aku cepat sembuh dan.."


"Semoga Ryu ada disampingku untuk hari ini dan sampai kapanpun."

--

Kiseki (3)

Aku pun meniup lilin angka 1 dan 7 itu. Aku berharap keajaiban itu tiba. Aku percaya keajaiban itu ada. Tuhan, semoga aku bisa bertemu dengannya...

--

"Tidak boleh, Ara! Nanti kalau penyakitmu kambuh lagi bagaimana?"
"Ayolah, otou-san! Aku ingin ke tempat itu."
"Tapi, diluar mendung."okaa-san menambahkan.
"Nanti aku bawa payung dan jas hujan deh. Otou-san sama okaa-san tidak perlu khawatir. Aku kan kuat!"
"Jangan merasa kuat begitu. Kondisimu sedang tidak stabil."
"Otou-san..."
"Pokoknya tidak boleh!"ucap otou-san tegas. Aku pun terdiam. Mungkin mereka sayang sama aku. Tetapi, aku ingin sekali ke tempat itu, tempat dimana aku dan Ryu bertemu pertama kalinya. Dan aku ingat apa yang dikatakan Ryutaro sebelum pergi.

“Nanti pada saat ulang tahunmu, pasti aku akan ke tempat pertama kali kita bertemu. Aku akan menunggumu disana...”

--

Semua sedang pergi. Tetapi, suster berwajah manis ini tetap disampingku. Bagaimana aku bisa kabur! Aku pun berpura-pura tidur. Mungkin saja suster itu keluar dari kamarku. Dan benar saja ia keluar dari kamarku.

Aku melihat keluar jendela. Ah, sepertinya mau hujan. Mengapa disaat yang kutunggu-tunggu cuaca tak mendukung?

Aku pun bersiap mengganti pakaian dengan pakaian terbaikku.
Aku juga membawa jas hujan dan payung. Setelah mengikat tali sepatu, aku siap kabur dari rumah sakit ini. Dan hampir kepergok suster yang ku kenal.

--

"Huaaah! Tsukareta ne~ Kabur dari rumah sakit sulit ya." aku pun duduk di bangku yang biasa aku duduki. Aku optimis bahwa Ryu pasti tiba.
Aku mengeluarkan kertas ulangan matematika.
"Ryu! Lihat aku mendapatkan nilai 100! Hahaha."aku pun tertawa lalu tersenyum dan setetes air pun jatuh tepat di kertas ulangan itu.
Bodoh! Lagi-lagi aku menangis!
Aku merasakan angin berhembus kencang. Dingin. Langit menjadi gelap, dan hujan pun turun. Aku pun memakai peralatan yang sudah ku siapkan tadi. Payung dan jas hujan.
Dingin. Aku memang tak kuat dingin. Tetapi, aku bukan sosok yang lemah! Aku masih kuat menunggunya disini.
Hujan semakin deras. Aku mulai jatuh. Dadaku sesak lagi. Oh, Tuhan. Kuatkanlah aku. Aku percaya Ryu datang! Aku percaya sebuah keajaiban.

Kiseki.

--

"Ryuu?" aku pun melihat langkah seseorang yang sedang terburu-buru. aku tidak melihatnya begitu jelas karena mataku yang sudah berbayang. 
Aku pun hampir jatuh. Tetapi, seseorang menopang tubuhku yang mulai roboh ini.

"Chikara!"

Ah? ini suara Ryuu.

"Ryuu..."
"Hontou ni gomenasai, Ara!"
"Ryuu..."
"Bertahanlah!"

Maaf, Ryuu. aku sudah tidak bisa bertahan sekarang. Gomenasai.

--

Ryu segera mengangkatku. Aku benar-benar sudah kehabisan tenaga. Tiba-tiba, hal aneh muncul.

"Aaaa!"aku shock. Siapa yang digendong Ryu? Aku...masih berdiri di dekat pohon. Aku melihat wujudku. Seperti dulu aku yang normal. Semua rasa sakit yang aku rasakan sudah hilang.

Jangan-jangan...

Tanpa berfikir panjang, aku berlari mengikuti Ryu. Aku menyebut namanya. Tetapi tidak menoleh. Aku ingin menyentuhnya, tetapi...

"Ah!" aku tidak bisa menyentuhnya. Tiba-tiba, sebuah hal muncul di otakku.
"Aku sudah...mati?"kata-kata ‘mati’ itu pun terbayang-bayang di pikiranku. Benarkah? Sungguh, aku tidak percaya.
"TIDAK! Kau belum mati!" tiba-tiba, seseorang berada disampingku. Lelaki dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku celananya. Aku terkejut.
"Tidah usah terkejut begitu. Aku tau kalau saya itu keren!"ucapnya. Membuatku heran.
"Eh? Pede banget!"ucapku.
"Mengapa kau bisa melihatku? Mengapa kau bilang aku belum mati? Kau ini siapa?"tanyaku dalam satu tarikan nafas.
"Oh, Aku..."
"Kau hantu juga ya?"
"Bukan, tap.."
"Aaah, dewa kematian!"
"Jangan sebut aku dewa kematian!"
"Pasti DUKUN! Right?"
Suasana pun hening, hujan pun berhenti.
"Diamlah. Kau ini cerewet sekali. Aku bukan dukun. Jangan panggil aku dewa kematian. Panggil aku scheduler"
"Eh? Maksudmu? Scheduler?"
"Maksud aku, aku yang menjalankan tugas untuk menjemput kematian seseorang."
"Mengapa aku dicatat?!"bentakku. Tak terasa air mataku jatuh.
"Bukan aku yang mencatat kau. Ini tugasku. Hanya kau masih diberi kesempatan 13 hari untuk mencari orang yang mencintai kamu dengan tulus selain keluargamu. Aku akan memberikanmu ponsel ini. Alarm batas waktu telah habis akan berbunyi. Dan jika kau butuh aku, kontak saja dengan menekan angka 4.
“Angka 4? Angka sial?”
“Bukan juga. Jelas? Yasudah saya sibuk. Oh iya, namaku Arioka Daiki. Aku punya jadwal dengan Morimoto Ryutaro. Jyaa ne!" sosok seorang Daiki hilang secara ajaib. Aku hanya diam. Ponsel? Aku pun berfikir sejenak. Sepertinya ada yg aneh.

"Jadwal? Ryutaro?"

RYUTARO?!

Aku pun terdiam. Apa benar...Ryu?

--

Kiseki (5)

Setelah aku menyadarinya, aku langsung cepat berlari ke rumah sakit. 

"Mungkin aku bisa mencegah scheduler itu!"

--

Aku lihat wajah Ryutaro yang lesu. Ia pun duduk sambil memeluk kedua kakinya di sebelah pintu ruang UGD. Apakah ia khawatir kepadaku?

Tiba-tiba, dokter keluar dari ruang UGD. Seketika Ryu berdiri.
"Dokter! Bagaimana keadaan Ara?"tanyanya sambil memegang bahu sang dokter. Dokter hanya memberikan ekspresi wajah yang tidak baik.
"Ara...saat ini ia koma."ucap dokter. Betapa kaget Ryu mendengar kata-kata itu.
"Koma?"Ryu pun melepas cengkramannya dari bahu sang dokter.
"Jangan bersedih, nak. Kami akan berusaha sekeras mungkin untuk membuat Ara sembuh."
Ryutaro mengangguk lemas. Aku hanya menangis. Aku bingung harus melakukan apa. Mengapa harus begini? Nande?!
Aku berteriak pada hatiku sendiri. Sesak. Itulah yang aku rasakan.

"Menangis tidak ada gunanya. Don't wasting time! Waktumu 12 hari 5 jam 50 menit 3 detik."ucapnya. Suaranya..seperti scheduler.
Aku pun menatap tajam ke arah Daiki.
"Daiki, tolong! Bagaimana caranya agar Ryutaro bisa melihatku!"ucapku keras.
"Oh iya! Aku melupakan sesuatu. Hemm, satu-satunya cara...kamu harus masuk ke badan orang lain. Dengan itu, kamu bisa dilihat orang lain. Kamu merasuki jiwanya saat ia sedang tidur. Tapi kalau orang yang kamu rasuki bisa melihatmu, kau minta ke dia tutup matanya."
"Apa?!"
"He'eh. Ingat! Kamu harus mencari seorang yang tulus mencintai kamu. Eh? 15 menit lagi aku harus bertemu Ryutaro. Jangan buang waktumu untuk menangis. Jyaa-ne"ucapnya sambil mengusap kepalaku lalu pergi.
"Akh! Masuk ketubuh siapa? Sulit sekali."ucapku.
Aku pun memutuskan untuk mencari orang itu.

Aku pun ingat sesuatu. Susterku pernah cerita di kamar nomor 211 ada perempuan yang ingin sekali pergi keluar tetapi dihalangi oleh kakeknya. Ah, mungkin aku bisa mencobanya dan menyelamatkan Ryutaro.

--
Kiseki (6)

211 ! Mungkin aku harus bergerak cepat. Dan aku pun tak sengaja mendengar percakapan di kamar 211.

--

"Kakek, aku mau ke sekolah! Lihat, kakiku sudah normal. Aku sudah bisa melompat."rengek anak perempuan itu.
"Tapi kau butuh seminggu lagi untuk pemulihan tulang kakimu yang retak."
"Kakek, percaya deh. Aku bisa kok jaga diri. Aku juga mau belajar lagi."
"Risako..."
"Kakek, onegaishimasu!"anak perempuan itupun membungkukkan badannya 90 derajat.
"Baiklah. Tapi taekwondo-nya vakum dulu ya."
"Kakeeek.. Aku mau mempelajari taeguk 2.."
"Tidak bisa!"
"Yaaah. Iya deh. Arigatou gozaimashita, kakek!"

--

Aku hanya terdiam. Sekolah? Sudah lama aku tidak sekolah.
Perlahan aku memasuki ruangan kamar Risako.

"Kakek tinggal dulu ya. Ada kepentingan yang harus kakek jalankan. kamu baik-baik ya disini. Jangan kabur!"ucap kakek Risako sambil mencubit hidung Risako.
"Iya, Kek. Tenang saja,"

Kakek Risako pun keluar.

"Ah.. Kamu!"aku terkejut. Ia bisa melihatku? Apakah ia seperti Daiki?
"I...iya?"aku pun gugup.
"Kamu Ara kan? Chikara yang kamarnya ada disebelahku? Mengapa kau ada disini?"tanyanya. Aku pun menghampirinya.
"Ehm, Risako.."
"Iya?"
"Mengapa kau bisa melihatku?" tiba-tiba, suasana menjadi hening.
"Eh? Maksudmu?"
"Kau bisa melihatku. Kau tau? Badanku sekarang berada di ruang UGD. Aku koma. Ini arwahku." jelasku. Sepertinya, ia tidak percaya.
"Oh! Aku mengerti. Pasti kau diberi kesempatan kan sama Daiki?" Eh? Sejak kapan ia tau Daiki? Pikirku.
"Iya! Darimana kau tau?"
"Rahasia. Oh iya, ada perlu apa kau datang kemari?"tanyanya ramah.
"Risako, bolehkah aku...meminjam tubuhmu?"tanyaku ragu. Pasti ia bingung.
"Eh? Nani? Buat apa?"
Akupun menceritakan semuanya sampai menyebutkan nama Ryutaro.
"Ryutaro? Mori-kun? Dijadwal oleh Daiki?"
"Iya! Tepat! Maukah kau membantuku? Aku mau ia lolos dari jadwal!"
"Oke! Aku akan membantumu!"ucap Risako sambil tersenyum. Senyumnya...mirip seseorang. Tapi siapa ya?

--
Kiseki (7)

Aku pun mencoba fokus.

"Ayo, aku akan memejamkan mataku. Lalu, kau masuk ke tubuhku. Manfaatkan waktumu ya."
"Baik!"
Ia pun memejamkan matanya. Aku pun masuk ke dalam tubuhnya.
Aku pun membuka mataku, melihat tanganku. Aku benar-benar menjadi Risako!

"Ah, 5 menit lagi! Aku harus cepat.."aku pun memakai sepatu sneakers yang terletak di pojok kamar. Menyambar jaket berwarna coklat yang tersampar di tiang kasur.

Aku pun segera berlari keluar kamar. Tak peduli teriakan suster Risako. Aku benar-benar tidak ingin kehilangan Ryutaro.

Ryutaro, aku akan menyelamatkanmu.

--

Aku sudah mencari ke sekeliling UGD. Ah! Pasti dia sudah pergi.
Aku pun berlari keluar rumah sakit. Tidak ada!
          "Sial! Kemana Daiki membawa Ryu?!"aku pun menggerutu. Dan langit semakin gelap dan menunjukkan hujan akan turun lagi. Jangan hujan! Itulah yang ku harapkan.

           "TAMAN! Pasti dia disana!"

--

Udara terasa menusuk kulit. Gerimis. Aku tidak berhenti mencarinya.
Tidak sengaja aku melihat sosok Ryutaro duduk dibawah pohon dimana aku sering menunggunya. Wajahnya terlihat sedih. Aku pun memutuskan untuk berdiri dibalik pohon.

          "BAKA! Tidak seharusnya aku meninggalkan Ara tanpa sebab yang jelas. Mengapa aku membuatnya menunggu? Ara, hontou ni gomenasai. Bukan maksudku untuk melupakanmu."

Aku hanya terdiam dibalik pohon. Menunduk.

Tik!

Bodoh! Aku mengeluarkan air mata lagi. Tegarlah, Ara! Kau harus memakai waktumu.
Aku memutuskan untuk muncul di depannya.

          "Sepertinya kau sedang ada masalah ya, Ryu?"ucapku sambil menyender di pohon.
          "Eh? Risako? Apa yang kau lakukan malam-malam di sini?"tanya Ryu yang heran.
          "Aku...sedang iseng.. Bosan dikamar sendirian tanpa teman berbicara. Kau mengapa lesu seperti itu?"
          "Ah, daijoubu. Aku hanya memikirkan olimpiade matematika."
          "Olimpiade?"
          "Iya. Bukankah kau ini sudah tau? Mengapa seperti orang kebingungan?"
          "Ahaha. Maaf aku lupa! Hehe"
          "Sudahlah. Sana pulang!"
          "Kau mengusirku?"
Ryutaro berdiri dan berkata
          "Iya" lalu ia pergi begitu saja.

Ryu, kau dingin sekali ya!

--
Kiseki (8)

Ryutaro memang berbeda sekali dari yang ku kenal dulu. Kenapa ya?
Aku pun memutuskan untuk mengikutinya. Pokoknya harus menggagalkan misi Daiki! Ya! Harus!

--

Gerimis pun mulai membasahi jalanan. Aku memakai tudung(?) jaket. Sebenarnya mau kemana sih bocah itu? Aku mempercepat langkahku sambil menatap ke aspal jalan.

*BUGH*

          "Awww!" tidak sadar aku menabrak sosok Ryutaro.
          "Untuk apa kau mengikutiku?"
          "Ano..."
aku hanya bingung. Huh! Mengapa harus ketahuaaan. Memalukan. Umpatku dalam hati.

          "Sudahlah, Risako. Sebaiknya kau beristirahat ketimbang membuntutiku."
          "Emm.."
          "Sudah ya! Sepertinya sebentar lagi mau hujan deras."
          "Ryu! Chotto!" aku pun berteriak karena Ryu menyebrang bersamaan dengan datangnya truk besar. Ryu tersadar. Badannya kaku dan menyipitkan matanya karena cahaya lampu truk itu. Klakson dibunyikan oleh supir itu. Aku reflek berlari dan mendorong Ryu. Kejadian ini membuat jantungku berdegup kencang. Kencang sekali. Sedetik, dua detik aku pun terguling bersama Ryu.
          "Sakit!"sepertinya kakiku mati rasa. Sakit.
          "Ri..sa..ko!"Ryu hanya merintih. Ada darah mengalir di pelipisnya. Ia berusaha bangun dan menggoyang-goyangkan badanku.
          "Risako, bangunlah!" aku pun melebarkan pandanganku. Suasana jalan ini mulai riuh. Polisi datang ke arah kita.
          "Kalian baik-baik saja?"ucapnya.
          "Kurang begitu"ucap Ryu. Aku melihat wajah sang polisi. Mirip seseorang.
          "Ah.. Kau! Scheduler!"teriakku.
          "Bicara apa kau ini? Kalian lebih baik ke rumah sakit sekarang. Perlu kami antar?"
          "Kau?!"
          "Sudahlah, Risako. Ehm, kami bisa pergi sendiri."ucap Ryu.
          "Oke. Jaga diri kalian. Hati-hati kalau mau menyebrang. Oke! Bye!"polisi itu menepuk bahuku dan bahu Ryu. Apa-apaan scheduler ini? Berpura-pura jadi polisi gadungan. Ia pun mengedipkan mata sebelah kirinya.

          "Risako? Daijoubu desuka?"
          "Eh? Un! Daijoubu. Ah! Kakiku"aku pun meraba kaki kananku. Terkilir.
          "Kalau begitu, naiklah ke punggungku. Cepat!"
          "Apa kau kuat?"
          "Iya cewek taekwon. Cepatlah!"
          "Un!"akupun menaiki punggung Ryu.
          "Kau berat juga ya? Sama seperti Ara,"
          "Ééh?!"

--
Kiseki (9)

          "Hem.."
          "Menyebalkan! Sepertinya aku tidak seberat itu!"
          "Hahaha!"
          "Ryu! Chotto!"
          "Apa lagi? Tenanglah, kita sudah ada dipinggir jalan,"ucap Ryu cuek.
          "Paman itu! Yang di mobil!"
          "Sepertinya, itu serangan jantung!"Ryu dan aku pun berjalan ke arah mobil itu.
          "Paman, kau baik-baik saja?"aku pun mengetuk-ketuk jendela mobil. Tidak ada respon!
          "Arwahnya.. Ia sudah.. Meninggal!"ucapku. Aku bisa melihatnya arwahnya berjalan. Daiki pun menghampirinya.
          "Ayo kembali ke rumah sakit!"ucap Ryu. Aku sudah melihat tim medis datang untuk menyelamatkan paman itu. Aku semakin takut, takut seperti paman tadi. Aku benar-benar tidak siap untuk meninggalkan semuanya.
          "Risako, daijoubu desuka?"
          "Eh, un! Daijoubu. Kau lelah, biarkan aku berjalan!"
          "Aku masih kuat. Kalau kau berjalan, kapan kita sampai?"
          "RYU!"
          "1..2..3.. Lari!"
akupun hanya bisa tertawa geli.

--

          "Risako, arigatou gozaimasu!"
          "Hai'. Kau boleh datang lagi kepadaku jika kau butuh bantuan ;D"
          "Ya!"ucapku sambil tersenyum dan meninggalkan kamar Risako.

Tujuanku sekarang, menyelidiki scheduler itu.
"ARA!"suara yang kukenal. Ya siapa lagi kalau bukan Daiki.
"Nani?"Daiki pun menghampiriku.
"Kau telah membatalkan jadwal kematian Ryu! Sugee!"ucapnya sambil tepuk tangan.
"Jangan bercanda! Aku juga seperti hampir mati yang ke 2 kalinya!"
"Hehe sorry, dear!"
"Setau aku tadi kau menjemput satu orang lagi."
"Iya! Hari ini aku akan mengantarnya ke langit sana. Kau mau ikut?"
"Eh? Aku.."
"Ikutlah denganku!"Daiki menarik lenganku dan menuju ke kamar yang aku takuti : kamar
mayat. Apa? Kamar mayat? Aku pun berhenti sejenak.
          "Hei! Cepat! Kau takut? Bukankah kau akan masuk ke sini juga suatu saat?"
          "Eh? Menyebalkan sekali kau!"aku memukul bahu Daiki.
          "Sudahlah. Kau lama sekali. Ayo!"

--

          "Silahkan anda masuk ke dalam. Aku akan mengantarmu ke tempat yang baru."
paman tua tadi mengangguk dengan wajah ceria dan tersenyum.
          "Paman.."
          "Kau mau masuk juga?"tanya Daiki meledekku.
          "IIE!"
          "Hahaha"Daiki pun tertawa dengan puasnya. Scheduler aneh!

--
Kiseki (10)

          "Selamat jalan.."ucap Daiki. Dan pintu pun tertutup dan menghilang.
          "Tadi itu pintu apa?"
          "Pintu menuju alam sana,"ucap Daiki sambil menunjukkan telunjuknya ke atas.
Aku hanya mengangguk mengerti.

--

"Ara, bangunlah! Aku disini. Aku janji tidak akan meninggalkanmu lagi..."

--

          "Kakak, aku merindukanmu!"
Ah! Suara Risako! Aku pun masuk ke dalam kamar. Ia menatap selembar foto.
          "Risako.."
          "Eh, Ara. Ada apa kemari?"
          "Aku cuma ingin main. Itu foto apa? Boleh aku lihat?"
          "Un!" ia pun memperlihatkan foto itu. Di foto itu ada satu keluarga kecil, ada ayah, ibu, kakak, dan Risako sendiri. Tapi, sepertinya aku pernah melihat laki-laki ini.
          "Ini siapa?"
          "Oh, ini kakak laki-lakiku. Namanya Daiki Arioka. Kakkoi ya! Hehe"
          "Eh, Daiki? Hontou?"
          "Iya." Aku pun terkejut. Mengapa dunia terasa sempit? Ternyata ia kakak Risako.
          "Aku tidak pernah melihatnya disini. Begitu juga ayah dan ibumu."
          "Sebenarnya.."
          "RISAKO!"aku pun terkejut mendengar seseorang menyebut nama Risako.
          "Ah, kakek! Mengagetkan saja. Ada apa?"tanya Risako sambil mengelus dadanya.
          "Maaf, kakek terlalu khawatir. Katanya kamu kecelakaan?"
          "Eh? Kapan?"
          "Tadi, sustermu yang bilang. Lihat, kakimu lagi-lagi diperban. Pasti kamu meninggalkan rumah sakit ya?"
Risako masih dengan tatapan bingungnya.
          "Kamu amnesia?"tanya kakeknya.
          "Maaf, Risako."gumamku.

--
Kiseki (11)

          "Aku masih ingat kakek. Eh? Mungkin tadi aku jatuh terus terkilir. Tidak usah terlalu khawatir. Aku baik-baik saja kok."ucap Risako sambil tersenyum.
          "Baiklah kakek percaya padamu. Istirahatlah, besok kita pulang ke rumah."
          "Hontou? Yeaaah!"Risako bersorak. Waah, aku bisa dong melihat rumah Risako.

--

Hari ke 10

          "Sudah hari ke 10."aku pun melihat ponsel itu. Sepertinya aku sudah membuang waktuku. Betapa susahnya mencari orang yang tulus mencintai kita.
          "Risako!"
          "Ya?"
          "Boleh aku tau tentang keluargamu?"
          "Ano.."
          "Ayolah. Ceritakan padaku."
          "Sebentar ya, Ara"Risako pergi menuju laci meja belajarnya.
          "Ini foto keluargaku. Mereka memang sudah pergi duluan. Tinggal aku seorang disini."
          "Loh? Pergi kemana?" Risako menatapku lekat-lekat dan berkata
          "Mereka ada di alam sana. Mungkin di surga,"
          "Gomenasai, Risako! Aku benar-benar tidak tau. Maafkan aku."
          "Daijoubu. Orang tuaku meninggal karena kecelakaan mobil."
          "Kakakmu?"
          "Nii-chan, melindungiku dari serangan orang jahat. Tadinya, aku memergoki penjahat yg sedang melakukan aksinya. Tapi..Nii-chan ku sendiri yang kena."perlahan, ekspresi wajah Risako berubah.

Flashback...

          "Minggir atau kubunuh kau!" penjahat itu menodongkan sebuah pisau.
          "TIDAK!" Risako pun merentangkan tangannya. Melindungi anak kecil yang sedang menangis.
          "Serahkan anak itu padaku! Atau.."

          "LARI!" Risako mempersilahkan anak kecil itu lari.
          "KAU!"
Risako menutup matanya.

"Kakak!"

Penjahat itu pun melarikan diri.

          "Kakak! Bangunlah! Kakak harus kuat! Aku akan cari bantuan!"
          "Risa!"Daiki menggenggam tangan Risako.
          "Risa, tolong jaga kakek. Jaga dirimu. Jangan nakal lagi. Kakak sayang Risa.." perlahan, matanya tertutup.
          "KAKAK!"

--

Risako pun menangis terisak. Sesak di dada. Aku pun ikut berduka. Mengapa seorang kakak yang sebaik itu pergi?
Isakkan Risako semakin keras. Aku tersentuh.

(Hateshinai itoshisa wa kono kokoro ni tashika ni umareru.
Kagayaki no hitotsu no shite bokura wa hoshitachi no shita de rekishi wo kizamu..)

--
Kiseki (12)

Aku pun memeluk Risako.
          "Berhentilah menangis! Aku akan menemuimu dengan Daiki Arioka. Ia ada di dunia ini. Aku pun mengenalnya."
          "Benarkah? Aku mau menemuinya!"
          "Sekarang pejamkan matamu."
Aku pun membuka mataku dan masuk ke dalam raga Risako.

Aku mengambil foto itu dan pergi mencari Daiki.

--

          "Moshi moshi, Daiki! Dimana kau sekarang?"
          "Kenapa kau mencari.."
          "Sudahlah! Dimana kau sekarang?"
          "Di taman dekat Todai"
          "Diamlah disana. Aku akan menemuimu!"

Klik!

Aku pun memasukkan ponsel ke dalam saku jaketku.

--

          "Daiki!"
          "Hmm.."
          "Lihat foto ini!"

Daiki pun mengambil foto itu dan melihatnya dengan tatapan serius.

          "Ini.."
          "Kau tau tentang foto ini?"
          "Ini..aku?"
          "Tepat!"

Daiki pun diam sesaat. Mungkin ia sedang berusaha mengingat sesuatu.

          "Kau ingat?"
          "Aku tidak mengingatnya.."Ia menyerahkan kembali foto itu kepadaku. Tidak kenal? Aku tidak percaya! Ekspresi wajahnya tidak bisa dibohongi. Aku yakin Daiki tau.
          "Bohong! Kau pasti tau kan?"
          "Tidak! Aku tidak bohong.."
          "Daiki.. Jujur!"
          "Pulang dan bawa foto ini. Sekali lagi. Aku tidak tau tentang foto ini. Mengerti?"
          "Tapi.."
          "Pulanglah dan manfaatkan waktumu."Daiki mendorongku pelan. Huh! Menyebalkan!
          "Lihat nanti! Kau pasti akan mengakuinya!"Aku pun pergi meninggalkan tempat itu.

--

          "Maafkan aku. Daiki tidak dapat menemuimu dulu. Suatu saat aku akan mendatangkannya untukmu.."batinku

Aku memutuskan untuk pergi ke kamar dimana ragaku ada di sana.

--

          "3 hari lagi, 3 hari lagi, 3 hari lagi.."gumamku sambil memainkan jariku.

          "Ryutaro cinta sama Ara enggak ya?"

Eh? Ngomong apa aku barusan? Aku langsung menggeleng-gelengkan kepalaku. Uh!

Aku masuk ke dalam kamarku di rumah sakit. Di dalam kamar itu ada seorang laki-laki yang sudah tidak asing bagiku, Ryutaro.
Aku memutuskan untuk menunggunya diluar. Aku sadar sekarang aku berada di tubuh Risako.

--
Kiseki (13)

          "Ara, bangun! Aku disini! Aku janji tidak akan membuatmu menunggu lagi. Sungguh!"Ryutaro memegang tangan kanan Ara dan menyentuh pipi Ara dengan telapak tangannya. Hangat.
          "Kau harus kuat seperti namamu! Aku harap kau cepat kembali dengan senyumanmu."

--

Sementara itu..
          "Sumimasen. Kau siapa?"aku pun mengangkat wajahku.
          "Nii-chan!"ucapku pelan. Aku teringat saat ini aku sedang berada di raga yang berbeda. Yuto hanya menatapku bingung.
          "Ano.. Perkenalkan, namaku Risako Arioka."aku pun mengulurkan tangan kananku.
          "Aku Nakajima Yuto. Salam kenal."Yuto pun menjabat tanganku. Aku merasa risih. Ya, karena ia kakakku.
          "Kau kenal adikku? Sedang apa kau disini?"
          "Iya. Aku ingin menjenguknya. Aku rasa ada seseorang di kamar ini. Jadi, aku menunggunya diluar."alasan yang tidak bagus memang. Tiba-tiba, Ryutaro pun keluar dari kamar.
          "Ryutaro!"seru Yuto dengan senyumnya. Ryutaro pun membalas dengan senyumannya.
          "Sumimasen. Aku harus pergi. Sampai jumpa."ucap Ryutaro.
          "Sampai jumpa!"
--

          "Risako, sepertinya waktuku habis dengan percuma. Aku bingung harus melakukan apa. Aku tidak bisa dilihat. Hanya kau dan scheduler itu yang bisa melihatku. Aku yakin Ryu tidak percaya jika aku mengakui dengan ragamu."ucapku pada Risako.
          "Memang, kau butuh apa agar kau bisa hidup kembali?"
          "Aku butuh air mata tulus dari seseorang yang mencintaiku selain keluargaku."
          "Sou ka. Terus, kalau kau hidup kembali, kau mau melakukan apa?"
          "Aku berusaha untuk tegar dan tidak menyia-nyiakan waktuku. Aku akan berusaha untuk sembuh."
          "Hebat! Aku harap kau kembali lagi ke tubuhmu. Aku mendukungmu! Ganbatte!"
          "Arigatou gozaimasu, Risako! Aku akan berusaha!"kami pun tertawa bersama.

"Seandainya aku bisa mengakuinya.."

--

pip pip pip!

Suara ponselku terus berbunyi. Terpampang nama 'scheduler'. Karena aku masih kesal dengan kejadian kemarin, aku pun me-reject panggilannya terus menerus. Aku pun melempar ponsel itu jauh-jauh.
          "Aku kesal padamu, Daiki! Mengapa harus aku yang mengalami 13 hari ini!"

--
Kiseki (14)

Aku melempar ponselku jauh-jauh. Tetapi aneh sekali jika tidak ada bunyi berisik.

Pip! Pip! Pip!

Ponsel itu ada disisiku. Aku melempar lagi. Tetapi, ponsel itu kembali ke tempat semula. Dengan kesal aku pun mengangkat teleponnya.
          "Moshi moshi!"
          "Kau ini mau merusak ponselku ya?
           “Eh?”
           “Kau tau ini sudah hari keberapa?"
          "Kesepuluh!"
          "Maaf, ada yang ingin kusampaikan. Kau akan kembali bukan dengan air mata tulus."
          "Eh? Benarkah?"
          "Iya. Tetapi dengan 'keajaiban'"
          "Keajaiban? Dimana aku bisa menemukan keajaiban?"
          "Entahlah. Keajaiban itu bukan dicari. Mengerti?"
          "Ano.."
          "Oke. Jaa ne!"

klik!

Keajaiban?

Semakin sulit saja!

--

Hari ke 11

Di sekolah..

          "Ryu! Matte kudasai!"panggil Risako.
          "Mmm.. Nani?"
          "Bisakah aku berbicara sebentar? Penting. Ayo!"Risako menarik Ryutaro sampai depan jendela gedung sekolah.

          "Ryu, janji untuk tidak protes dan percaya denganku. Oke? Dengar."Risako mencengkeram bahu Ryutaro dan menatapnya. Ryu sedikit gugup. Entah apa yg membuatnya gugup. Ia pun hanya mengangguk.
          "Ini ada hubungannya dengan Nakajima Chikara. Sebenarnya, arwah dan tubuh Ara terpisah. Dan tidak bisa bersatu. Ia hanya mempunyai 13 hari untuk kembali ke tubuhnya. Untuk besok tinggal 2 hari lagi. Ia berusaha untuk memenuhi syarat scheduler, penjadwal yang mencatat namanya."
          "Apa itu syaratnya?"
          "Mendapatkan cinta yang tulus. Dan suatu keajaiban. Aku tidak tau apa keajaiban yang dimaksud. Oh,satu hal lagi. Sebenarnya yang menyelamatkanmu dari kecelakaan itu arwahnya Ara, ia memakai tubuhku untuk bertemu kau."
          "Mustahil. Kau tidak bohong?"
          "Tidak ada yang mustahil, Ryu. Aku tidak mungkin berbohong. Aku berbicara apa adanya! Jika kau ingin Ara kembali, bantulah dia. Semoga berhasil!"Risako menepuk bahu Ryu dan kembali ke kelasnya.
          "Aku tidak sedang bermimpi kan?"Ryu menampar pipinya.
          "Ah kelas matematika!"Ryu pun berlari ke kelasnya.

--
Danau..

          "Daiki!" panggilku.
          "Ada apa?"
          "Kau pasti ingat Risako kan? Jangan mengelak lagi!"ucapku tegas. Seketika raut wajah ia pun berubah.

--
Kiseki (15)

          "Ryutaro!"seruan itu membangunkan Ryuu dari lamunannya.
          "Sumimasen, sensei!"
          "Jangan melamun. Ingat 2 hari lagi! Kau harus siap."ucap sensei.
          "2 hari lagi?"
          "Ryutaro?"
          "Hai', sensei!"

--
          "Jawab!"

          "Aaaa!"

Byur!

Aku pun melihat seorang perempuan terjatuh ke danau. Daiki hanya melihatnya dengan ekspresi yang datar.
          "Sepertinya, aku harus melakukan tugasku. Jaa, mata ne!"Daiki pun berlari.

Aku hanya menghela nafas. 2 hari lagi. Waktu yang sedikit untuk membujuk malaikat maut itu..

--
Hari ke 12..

Aku tambah merasakan nyawaku akan dicabut. Seperti tidak ada harapan hidup lagi.

--
          "Risako!"seru Ryutaro.
          "Ya? Doushite?"
          "Aku ingin bertemu Ara. Apakah kau bisa membawanya kemari?"
          "Gomennasai, Ryu. Aku tidak tau Ara dimana. Ia jarang menemuiku akhir-akhir ini."
          "Hontou? Aku takut Ara pergi secepat itu. Di hidupnya, aku seperti belum pernah memberikan kebahagiaan."
          "Ryu, kau jangan berfikiran seperti itu. Ara pasti hidup lagi. Keajaiban pasti datang."
          "Apa hanya keajaiban yang bisa membuatnya hidup?"nada bicara Ryutaro semakin naik. Risako pun hanya terdiam. Ryutaro pun pergi.

"Ryutaro, gomennasai."

--

Langit pun seakan-akan mengikuti suasana hati Ryutaro. Ia yang diiringi rasa bersalah. Salah karena membuat Ara begini.

Di taman ini semuanya berawal. Apakah berakhir disini juga?

Gesekan awan pun menimbulkan bunyi tanda turun hujan. Sedangkan Ryutaro hanya berdiri di tempat dimana terakhir bertemu Ara. Dengan senyumnya memanggil nama Ryutaro, ya Ara-lah yang setia menunggunya. Sedangkan Ryutaro pergi tanpa kabar.

Tik..tik..

Pukul 5 sore, langit kelam itu pun menjatuhkan air. Hujan turun.

Seragamnya kini basah kuyup. Wajahnya tanpa ekspresi.

Mengharapkan adanya keajaiban? Sungguh, kepastian yang sangat kecil membuat hidup kembali.

--
          "Besok jam 7 pagi mungkin aku sudah tidak ada lagi bersama kalian. Okaa-chan, otou-chan, nii-chan, Risako, Ryutaro."aku pun melihat hujan di jendela kamarku di rumah sakit. Huh, lagi-lagi aku menangis. Bodoh!

--
Kiseki (16)

Aku memutuskan untuk pergi dari kamar ini.

Kak Yuto, hontou ni arigatou gozaimasu.

Aku hanya menatap kakakku yang tertidur di samping tempat tidurku.

Sayonara..

--
         
          "ARAAAA! Chotto matte kudasai!"panggilan Risako sampai ke telingaku.
          "Nani?"
Risako tampak terengah.
          "Etoo, Ryutaro! Cepat!"Risako menjelaskannya dengan terbata-bata. Aku pun mengiyakannya.

--

          "Kau merasa lebih baik sekarang?"ucap seorang perempuan sambil memayungi Ryutaro.
          "Bangun!"ia mengulurkan tangannya. Ryutaro menerima uluran tangannya dan berdiri.
          "Risako, sedang apa kau disini?"
          "Mengkhawatirkanmu! Mengapa kau hujan-hujanan disini? Seperti anak kecil saja. Nanti kau sakit!"
Ryutaro teringat sesuatu. Seperti ucapan seseorang yang ia rindukan sekarang. Ia ingat setiap hujan turun, pasti diomeli dengan kalimat itu.
          "ARA?!"pancaran kebahagiaan itu muncul di matanya. Ara yang ada ditubuh Risako itu pun tersenyum. Ryutaro memeluk Ara.
          "Ara! Gomennasai! Maaf membuat kau menunggu seharian hanya untuk aku. Akulah yang membuatmu sakit. Aku melakukan hal yang bodoh. Pergi tanpa kabar."Ara pun terdiam. Mungkin hanya bisa menangis. Ryutaro pun juga. Air matanya turun bersama hujan.
          "Aku yang bodoh! Membuatmu khawatir sampai merasa bersalah begini. Berhentilah menangis untukku!"suara Ara yang bergetar bersama isakkannya.
          "Ara, apakah hanya keajaiban yang membuatmu hidup kembali?"
          "Gomennasai, Ryu!"Ara pun mendorongnya dan berlari pergi meninggalkan Ryutaro.
          "Arigatou gozaimasu, Ryutaro!"teriak Ara dari kejauhan dan menghilang.

Maaf, Ryutaro. Aku tidak bisa lama-lama. Aku tidak tega melihat kau terus menyesalinya.

--
Hari ke-13

          "Ara.. Bangun! Sudah pa.."Risako pun mengedipkan matanya.
          "ARA!" Risako melihat ke sekeliling kamarnya sampai-sampai melihat ada secarik kertas yang ada di meja.

          "Arigatou gozaimasu atas semua pertolonganmu selama ini :D Ara"

          "Ara..pergi?"jam menunjukkan pukul 6.30.
          "Masih ada waktu untuk bertemu kakak!"

--

Apakah keajaiban akan datang ke Ara atau sebaliknya?

--
Kiseki (17 [I])

          "Hah, hah, hah" jantung berdegup kencang, itulah yang dirasakan 2 anak ini, Risako dan Ryutaro. 2 arah yang berbeda.

--
          "Ara, kau siap?"tanya Daiki memastikan. Aku hanya mengangguk.
          "Sangat siap.."

Daiki mengulurkan tangannya. Aku membalas ulurannya. Tiba-tiba, muncul bayangan tangga dari langit.
          "Mengapa tidak pakai lift?"tanyaku.

--

SRET!
Pintu dibuka Ryu dengan kasar dan langsung berlari ke arah dimana tubuh Ara disana.

          "Ara, aku disini.."Ryutaro pun menyibakkan poni Ara. Tubuh Ara yang dingin.

--

          Risako yang kelelahan tetap berlari menuju tempat dimana Ara sering ceritakan. Taman yang kemarin. Taman yang jauh dari rumah Risako.

Risako melebarkan pandangannya dan melihat kakaknya bersama Ara. Berjalan mendekati tangga itu.

Tik.. Tik..

Diwaktu yang sama..

Ryutaro mencium kening Ara.
          "Ara, suki desu!"

          "ONII-CHAN!!"teriak Risako dari kejauhan.

          Tiba-tiba, muncul cahaya yang terang sekali. Arwah Ara ikut bercahaya dan Daiki terkejut melihat Ara beserta adiknya, Risako.

          "Ara, kau.. Lolos!"ucap Daiki.
          "Aku lolos?"terukir senyum dan air mata haru di wajah Ara.
          "Kembalilah ke tubuhmu."
          "Gomennasai aku sudah merepotkanmu selama ini. Hontou ni arigatou gozaimasu, Daiki.." Daiki pun hanya tersenyum.

Sosok Ara menghilang.

          "Onii-chan!"Risako berlari dan memeluk kakaknya itu erat.
          "Nii-chan. Aku ikut nii-chan!"Risako menangis kencang. Daiki hanya tersenyum dan mengusap rambut Risako.
          "Gomennasai, tugas kakak sudah selesai. Kakak harus pulang. Kau harus melanjutkan hidupmu.."ucap Daiki yang ikut menangis dan wajahnya memerah.
          "Aku ikut!"

Daiki pun menggenggam tangan Risako.

          "Hidupmu masih panjang, Risa. Jangan sia-siakan. Aku harus pulang. Aku janji akan mengawasimu dari sana." Daiki melihat ke atas.
          "Tapi.."
          "Dengar.. Kau harus menjaga kakek. Dan jaga dirimu. Sayonara.."
Daiki tersenyum penuh arti. Risako pun ikut membalas senyumannya.
          "Arigatou gozaimasu, nii-chan. Semoga tenang disana :')"Risako yang tegar itu pun menghapus air matanya dan berlari pelan.

          "Kakek! Aku pulang! Aku bertemu kakak!"

--

Kiseki (17 [II])
Aku membuka perlahan mataku. Aku? Dimana?

          "ARA! Kau sadar?"teriak Ryutaro. Aku melihat sosoknya. Ryutaro tersenyum senang.
          "Ryu.."aku memanggilnya.
          "Aku panggilkan dokter.."Ryutaro pun berlari keluar kamar. Aku pun bersyukur. Keajaiban tepat pada waktunya.
          "Terima kasih, Tuhan.."

--

          "Ajaib! Benar-benar mujizat!"ucap dokter.
          "Apa ada yang tidak beres?"tanya ayahku.
          "Sel kankernya hilang. Ara sembuh total!"ucap dokter dengan wajah yang meyakinkan.
          "Hontou ni?"ucap Ryutaro. Sang dokter hanya mengangguk. Suasana yang tadinya dingin menjadi cair kembali. Ayah, ibu, kakak, Ryutaro tidak henti-hentinya mengucap rasa syukurnya. Begitupun aku yang merasakan.

          "Ara, aku harus pergi!"
          "Kemana?! Jangan pergi!"teriakku. Walaupun suaraku masih sedikit lemah.
          "Hehe. Tenanglah, aku hanya pergi ke sekolah."Ryutaro mendekatkan wajahnya ke arahlu lalu mengusap dengan kasar rambutku.
          "Omedetou! Okaeri, Risako!"
          "Hei! Jangan menangis begitu."ucapku sambil tertawa.
          "Hehe. Sudahlah. Aku akan kembali membawa kejutan. Tunggu ya!"Ryutaro pun pamit kepada semua yang ada di ruangan. Aku merasa, kebahagiaanku telah kembali lagi.

Terima kasih, Tuhan.

--
          "Tambah!"ucapku menyerahkan mangkok ke ibu.
          "Kau makan banyak sekali! Nanti gemuk loh."ledek nii-chanku, Yuto.
          "Biarin. 13 hari ini aku kan enggak makan masakan okaa-san!"
          "Sudahlah jangan ribut! Ayo dihabiskan!"ucap Ibu.
          "Arigatou, okaa-san."
          "Konnichiwa!"suara Ryu menggema.
          "Ryutaro!"seruku.
          "Un, aku bawakan sesuatu untukmu!"
Ryutaro menyodorkan sesuatu ke arahku.
          "Medali emas?"
          "Omedetou!"ucap keluargaku. Suasana ramai kembali.
          "Untukmu!"Ryu mengalungkan medali olimpiade itu ke leherku. Dan aku membaca tulisan di medali tersebut.
          "Olimpiade matematika? OMEDETOU, RYU!"aku pun memeluk Ryutaro.
          "Ehem.."Nii-chan meledekku.
          "Pelukan persahabatan. Hehe."ucapku.
          "Minggu depan harus sembuh!"ucap Ryutaro.
          "Aku memang sudah sembuh total. Mau apa?"
          "KENCAN!"celetuk nii-chan. Aku pun melempar bantal ke arah nii-chan.
          "Ssstt.."

--

          Setelah kejadian itu pun aku sadar betapa berharganya hidup. Aku pun kembali bersekolah dan berusaha sebaik mungkin untuk mengejar pelajaran yang tertinggal banyak. Walaupun lelah, aku masih punya keluarga dan sahabat yang membantuku. Aku pun makin rajin beribadah. Sepertinya aku harus memperbaiki hidupku lebih baik lagi.

~OWARI~
 FF multichapter pertamaku. Dibutuhkan komentarnyaa. Maaf masih banyak kekurangannya. Arigatou gozaimasu, minna-san!! ;D

 Kiseki ©2011